Breaking News
Loading...
Senin, 16 September 2013

PANCASILA DALAM CANDI NUSANTARA

ATAS NAMA TUHAN YANG MAHA ESA


Nusantara dalam Lintasan Peradaban Dunia

Nusantara atau Indonesia Raya adalah bangsa besar yang memiliki sejarah panjang peradaban umat manusia. Kegemilangan nenek moyang membangun kejayaan tidak terlepas dari peran bangsa Nusantara secara geopolitik maupun geografis di belahan dunia timur ini. Nusantara secara harfiah berarti “nusa” yaitupulau-pulau atau kepulauan dan “antara” menunjukkan tempat kedudukan yang diapitoleh benua-benua dan samudra-samudra. Pengertian dan faham “kepulauan” atau“archipelago” dan posisi geografis “antara” dua benua yaitu Asia dan Australia, serta samudra India dan Pasifik memantulkan kesadar­an dan semangat tentang tersatunya unsur tanah dan unsur air dalam perwujudan negara kepulauan. Nusantara adalah suatu negara kepulauan yang menduduki posisi silang dunia. Nusantara menjadi pintu masuk lintasan peradaban bangsa-bangsa di seluruh dunia sepanjang masa baik masa lalu, masa kini dan masa depan. Konsekuensi logis dari posisi strategis tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif bagi perkembangan kebudayaan di negeri tercinta ini. Bangsa ini telah mampu bertahan dari serangkaian interaksi kebudayaan bangsa-bangsa. Nusantara mampu memfilter perilaku hubungan simbiosis antar negara sehingga mewariskan ajaran universal luhur bagi generasinya. Leluhur bangsa telah menorehkan sejarah tinta emas peradaban pada jamannya.
Nusantara memiliki total wilayah darat dan laut kepulauan mencapai 10 juta kilometer persegi. Geografis ini sama dengan dua setengah juta kilometer persegi lebih luas dibanding tanah yang membentuk Amerika Serikat kontinental tanpa Alaska. Nusantara terdiri atas ribuan pulau-pulau yang disatukan oleh air. Gugusan pulau dari Aceh hingga Papua merupakan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tak ternilai harganya. Bangsa ini memiliki 400 lebih suku yang berbeda dan 200 bahasa daerah. Perbedaan ini menjadi sumber potensial untuk membangun bangsa adikuasa di dunia ini. Keanekaragaman sumber daya manusia menghasilkan keberagaman kebudayaan peradaban. Nusantara memiliki artefak dan jejak peradaban luar bisaa akan kehidupan masa lalunya. Peninggalan sejarah yang bersifattangible maupun intangible ditemukan di seluruh penjuru bumi zamrud katulistiwa ini. Warisan leluhur kearifan lokal universal mewujud dalam bangunan sistem nilai maupun benda konkrit di lintasan tanah Indonesia. Salah satu manuskrip jejak peradaban yang menunjukkan kualitas spiritualitas manusia Nusantara adalah bangunan candi.

Candi sebagai Jejak Peradaban Nusantara

Candi adalah peninggalan purbakala dari leluhur bangsa Nusantara.Bangunan berbentuk segi tiga ini mempunyai banyak fungsi sesuai dengan motif pembangunannya. Candi dibangun untuk menjadi tanda atau misi tertentu serta bagian dari strategi pembelajaran bagi generasi berikutnya.Candi didirikan untuk fungsi religius pemujaan Tuhan maupun non-religius sebagai istana, keraton, pertirtaan dan gapura.Candi-candi menyampaikan pesan nilai-nilai universal melalui bentuk arsitektur, relief, serta arca yang memiliki spiritualitas daya cipta, rasa dan karsa.Bangunan candi sangat ditentukan oleh karakteristik wilayah maupun kerajaan yang mendirikannya.Nusantara ini memiliki banyak sekali candi-candi yang tersebar diseluruh pelosok negeri. Beberapa contoh karya leluhur yang masih dapat dilihat dengan jelas adalah candi Borobudur,candi Prambanan, candi Mendut, candi Jago,Candi Gedongsongo, candi Dieng, candi Panataran, candi Angin, candi Selogrio,candi Pringapus, candi Singhasari, dan candi Kidal, dan Candi Sewu. Masih banyak candi lain yang ada di Indonesia baik yang sudah ditemukan maupun yang masih tertimbun di dasar bumi.
Kontruksi bangunan candi memiliki nilai fisik maupun nilai filosofis. Strukturbangunan candi terdiri atas tiga bagian penting yaitu kaki, tubuh, dan atap. Kaki candi merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau bhurloka atau kamadhatu. Bentuknya berupa bujur sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar. Tangga masuk candi terletak pada bagian ini. Tubuh candi adalah bagian tengah candi yang berbentukkubus yang dianggap sebagai dunia antara atau bhuwarloka atau rupadhatu yangmenggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Tubuh candi ini terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk melakukan ritual yang disebutpradakshina. Tubuh candi dihiasi relief yang bersifat naratif cerita kisah kehidupan.Atap candi adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarlokaatau arupadhatu. Pada puncak atap dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau lingga semu.Struktur hirarkis dan sistematis ini merupakan manifestasi dari nilai kehidupan derajat manusia yang ditentukan oleh kemampuannya menapaktilasi perjalanan ilmu kehidaupan.
Pembangunan candi berlandaskan ketentuan yang terdapat dalam suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra yang dikerjakan oleh arsitek yang membuat candi.Kitab-kitab ini juga memberikan pedoman mengenai pemilihan lokasi tempat candi akan dibangun serta letak astronomi. Penentuan lokasi ini menjadi hal utama untuk menciptakan kesejahteraan warga disekitar. Salah satu contoh konkrit pemikiran tersebut adalah candi Borobudur yang terletak di dekat pertemuan sungai Elo dan sungai Progo. Candi Prambanan terletak di dekat sungai Opak. Air adalah sumber utama kehidupan bagi manusia. Ilmu penentuan letak candi adalah bagian dari kecerdasan manusia-manusia Nusantara dalam dunia tata letak peradaban ilmu planologi.
Sistem tata letak candi di Nusantara terbagi atas dua macam yaitu berdiri sendiri dan berkelompok. Sistem pengelompokan kompleks candi ada dua yaitusistem konsentris dan sistem berurutan. Sistem konsentria atau sistem gugusan terpusat yaitu posisi candi induk berada di tengah–tengah anak candi atau candi perwara.Sistem ini diterapkan dalam bangunan candi Prambanan dan candi Sewu. Yang kedua adalah sistem berurutan atau sistem gugusan linear berurutan yaitu posisi candi perwara berada di depan candi induk yang disusun secara simetris maupun asimentris. Sistem berurutan ini diimpelamntasikan dalam candi Penataran dan candi Sukuh. Tata letak ini merupakan kearifan lokal Nusantara yang mengindikasikan bahwa keteraturan dan pola interaksi hubungan dalam sebuah kerajaan sudah ada semenjak masa itu.

Nilai Universal Pancasila dalam Candi Nusantara

Candi-candi Nusantara merupakan bangunan penuh makna pelajaran dan simbolisasi kehidupan. Candi diciptakan mempunyai tujuan untuk memberikan transformasi dan transmisi pendidikan kepada generasi berikutnya. Tatanan batu andesit maupun batu bata serta relief dan arca yang membentuk candi menjadi media konkret nilai-nilai pendidikan humanis bagi manusia Nusantara. Perwujudan bangunan candi Borobudur dan Prambanan adalah suatu bukti penggenapan sistem nilai kehidupan adi luhung yang bermartabat pada waktu itu. Tidak mungkin candi terbesar di dunia Borobudur dibangun pada saat konflik maupun krisis multidimensi pada kehidupan masyarakat dinasi Syailendra tersebut. Ada sebuah sistem hidup dan kehidupan yang diterapkan pada waktu itu sehingga semua berjalan selaras dan serasi seimbang sehingga mampu menghasilkan mahakarya peradaban tingkat tinggi candi yang menjadi 7 keajaiban dunia tersebut.
Bangunan Borobudur adalah candi terlengkap dalam konstruksi candi di Nusantara. Disana terdapat relief-relief yang tertata dengan arsip sistematis menggambarkan perjalanan kehidupan. Relief yang diukir dalam tubuh candi tersebut terdiri atas empat tingkatan yaitu Karmawibangga, Lalitawistara, Jataka Awadana,Gandawyuha. Cerita-cerita dalam relief Karmawibhangga yang menggambarkan ajaran mengenai karma yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Relief ini menceritakan perjalanan kehidupan bagi manusia yang masih mengedepankan hawa nafsu angkara. Perilaku kehidupan berdasarkan atas kesenangan hidup hedonism sehingga menghasilkan manusia-manusia rakus dan tidak beradab. Tingkatan ini seperti halnya dengan tingkatan hidup manusia yang paling rendah diibartkan seperti hewan yang hanya mengedepankan cara hidup atas perut dan bawah perut.Lalitawistara menceritakan tentang esensi kehidupan bahwa segala sesuatu itu berputar dan berulang. Filosofi ini berkaitan tentang pemutaran atau silih bergantinya roda dharma atau hukum. Manusia akan mengalami suatu dinamika dalam kehidupannya berupa senang susah, pandai bodoh, tinggi rendah, kaya miskin, hitam putih, gelap terang, siang malam. Semua diperglirkan oleh yang Maha Kuasa sehingga manusia berkewajiban untuk selalu berusaha dan berkarya. Jataka/Awadana bercerita ajaran pokok perbuatan-perbuatan baik yang bersifat universal untuk hubungan antara manusia dengan manusia. Pelajaran ini memberikan makna bahwa hidup dan berkehidupan harus mengedepankan perbuatan terpuji dan terbaik sehingga dapat menciptakan keharmonisan. Ajaran cinta kasih ini menjadi hal utama untuk membangun hubungan sosial antar manusia.Perbuatan dan skap baik itu seperti sikap rela berkorban, suka menolong, sepi ing pamrih rame ing gawe, mikul duwur mendem jero, aja adigang adigung adiguna dan gotong royong. Relief paling tinggi adalahGandawyuha yang menceritakan tentang proses kehidupan berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari pengetahuan tertinggi tentang kebenaran sejati. Ilmu adalah kunci kehidupan, manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa dasar ilmu. Ilmu iku kelakone kanthi laku, maksudnya bahwa ilmu itu akan berguna dan bermanfaat serta menjadi bagian dari dalam diri manusia setelah dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Ilmu selalu mempunyai nilai kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi umat manusia.
Nilai-nilai pelajaran simbolisasi dalam relief candi Borobudur merupakan manifestasi dari sila-sila dalam Pancasila. Relief yang menceritakan jalan kehidupan hakikatnya sama dengan perjalanan bangsa Nusantara untuk mencapai kedamaian melalui dasar Negara yaitu Pancasila. Ajaran Ketuhanan dalam relief candi sangat relevan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Stupa candi Borobudur yang sangat besar dan megah terletak dalam arupadathu menginformasikan akan sebuah nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Perkasa. Tingkatan tertinggi Borobudur selalu menjadi tujuan mendaki di candi tersebut. Sama halnya dengan proses kehidupan menuju Ketuhanan. Bangsa Nusantara ini memberikan jalan kehidupan weltanchaung berupa sila pertama dalam Pancasila. Orang-orang Dinasti Syailendra yang membangun candi tersebut merupakan manusia-manusia yang telah mengenal Tuhannya pada waktu itu. Mereka mengkodefikasikan spiritualitas Ketuhanan dalam bentuk bangunan candi tersebut.
Relief Jataka dan Lalitawistara mengajarkan akan sebuah prinsip kehidupan berkemanusiaan. Ini relevan dan sangat sesuai dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab.Bangunan candi Boroburur maupun candi-candi lainnya di Nusantara pasti dibangun dalam kondisi sosialosi yang bradab. Mereka bisa berkarya membangun candi-candi bersejarah tersebut karena mendapatkan keadilan dari para pimpinan yang menguasai hajat hidup orang banyak pada masa kerajaan tersebut. Bangunan dan seni maha dahsyat tersebut hanya bisa dibangun oleh suatu tata kelola kehidupan masyarakat yang sudah beradab dan penuh nilai keteraturan. Rangkaian perjalanan kehidupan dalam relief mengajarkan suatu sistematika pembangunan mental spiritual dari manusia yang mengedepankan hawa nafsu menjadi manusia yang mengedepankan perbuatan baik dan benar antar sesame manusia. Kemanusiaan ini hanya akan terjadi mana kala manusia-manusia telah mengenal Tuhannya dengan benar. Ajaran ini sesuai dengan Pancasila bahwa sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Bangunan candi-candi di seluruh Nusantara menunjukkan persatuan dan kesatuan penduduk dalam berkehidupan. Candi Prambanan atau candi Dieng tidak mungkin dibangun tanpa adanya persatuan dan kesatuan diantara orang yang hidup pada saat itu. Persatuan menjadikan kekuatan maha besar sehingga mampu bekerja sama dan gotong royong membangun candi. Fakta sosilogis tersebut memberikan bukti bahwa bangsa Nusantara adalah bangsa komunak kolektif yang sangat tidak sesuai dengan ajaran individualism.Bangunan candi sendiri sudah merupakan persatuan dan kesatuan dari berbagai corak dan jenis ukiran yang menjadi satu kesatuan indah mempesona.Keterangkaian antara batu satu dengan batu lainnya diikat oleh sebuah mekanisme fisika batu yang sangat kuat sehingga bangunan candi mampu berdiri kokoh tidak mempan diterpa panas dan dingin maupun hujan.Ini menjadi pelajaran bagi manusia Nusantara bahwa perbedaan adalah hal yang pasti dan tidak bisa dihilangkan. Bhineka Tunggal Ika Tan Hanna Darma Mangrwa. Perbedaan adalah kekayaan sekaligus potensi kekuatan besar untuk dipersatukan dalam membangun bangsa.Perbedaan harus dikelola dengan bijaksana dalam rangka mencapai tujuan bersama.Itulah esensial dari sila ketiga Pancasila, persatuan Indonesia.
Candi Borobudur maupun candi-candi Nusantara merupakan bukti konkrit dari para pemimpin komunitas pada waktu itu yang mengedepankan hukum kepemimpinan. Bangunan candi hanya bisa berdiri ketika dikelola dengan manajemen dan leadership yang kuat. Prinsip-prinsip manajerial perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, pengontrolan dan penilaian menjadi hal utama yang dilakukan oleh para pimpinan mega proyek kepada para karyawan yang membangun candi tersebut. Kaidah-kaidah manajemen professional, procedural, proporsional, proaktif, progresif dan produktif menjadi landasan utama dalam mengerakkan ribuan arsitektur dan kekerja lintas kecerdasan. Hal paling penting yang menunjukkan akan sebuah kekuatan besar sehingga menghasilkan karya monumental tersebut adalah prinsip kepemimpinan Dinasti Syailendra. Prinsip kepemimpinan yang dibangun untuk memanajemen sumber daya manusia dan sumber daya material adalah prinsip hikmat kebijaksaan dan perwakilan. Hukum universal tersebut pasti diberlakukan untuk mengendalikan semua proses yang melibatkan ratusan manusia yang mempunyai lintas kecerdasan intelektual fisika, kimia, matematika, maupun kecerdasan emosional spiritual filosofis. Orang-orang terbaik dan terpilih mendapat kesempatan untuk membangun candi Borobudur tersebut. Keteraturan dan keseimbangan kehidupan masyarakat pada masa itu merupakan bukti nyata dari implementasi prinsip dan hukum kepemimpinan yang berdasarkan kebenaran universal hikmat dan kebijaksanaan. Contoh perilaku kepemimpinan Syalendra tersebut, sangat sesuai dengan nilai-nilai falsafah dalam sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Untuk membangun candi-candi Nusantara pastilah mengedepankan musyawarah dan perwakilan dalam menentukan letak dan posisi strategis candi yang akan menjadi tanda jejak peradaban bagi generasi anak bangsa Nusantara.
Keberhasilan para leluhur membangun candi-candi di Nusantara membuktikan jejak peradaban tinta emas pada masa itu. Terlebih pada abad ke-8 pada masa Mataram Kuno atau Kerajaan Medang Kamulan dibawah Dinasti Syailendra.Candi Borobudur merupakan artefak sejarah peradaban masa keemasan Nusantara pada masa itu. Kelahiran Candi Borobudur adalah investasi dan manifestasi dari para manusia-manusia Nusantara yang telah mencapai suatu derajat hidup yang layak dan bermartabat.Kejadian berdirinya karya seni termahsyur di dunia tersebut mengindikasikan kehidupan pada masa itu sudah sejahtera adil dan beradab. Tidak mungkin bisa berdiri candi Borobudur jika waktu itu terjadi peperangan ataupun perselisihan konflik antar anak bangsa. Itulah suatu bentuk wujud konkrit sebuah kehidupan berkat dari Tuhan yang Maha Esa, suatu kehidupan yang sangat sesuai dan menjadi cita-cita bangsa Indonesia dalam sila kelima Pancasila yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Konstruksi fisik candi-candi di Nusantara sama dengan konstruksi filosofis Pancasila. Konstruksi Pancasila ini terdiri atas sila-sila Pancasila yang tersusun secara sistematis.Pancasila sebagai suatu sistem satu kesatuan, bersifat konsisten dan koheren tidak mengandung pertentangan, adanya hubungan satu dengan lainnya dan keseimbangan dalam kerjasama untuk mengabdi pada tujuan yang satu bersama. Pancasila mempunyai susunan hierarkhis bertingkat dan bentuk piramidial untuk menggambarkan hubungan yang bertingkat dari sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas cakupan kuantitas dan juga dalam isi sifatnya yang bersifat kualitas. Sila-sila Pancasila saling menjiwai dan dijiwai antara satu dengan lainnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan sila kelima.

Penciptaan Karakter Jati Diri untuk Membangun Peradaban Bangsa

Inilah ajaran universal Pancasila para leluhur yang harus dilestarikan dan diberdayakan. Pancasila sebagai manifestasi karya candi-candi Nusantara harus dipahamkan dan ditanamkan kepada generasi penerus bangsa. Pancasila harus menjadi jati diri dan karakter kebangsaan. Nilai-nilai kearifan universal harus ditransmisikan kedalam pusat kecerdasan spiritual manusia Nusantara untuk membangun putra-putri yang siap berkorban untuk ibu pertiwi. Pembumian karakter suci dari sila-sila tersebut harus dilakukan melalui metodologi yang benar.Proses instalasi atau built in intelegensi spiritual Pancasila melalui tiga tahapan yaitu interpretasi sebagai input, internalisasisebagai proses, dan aktualisasi sebagaioutput.
Interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu. Interpretasi merupakan suatu proses untuk menyederhanakan ide-ide atau issu-issu yang rumitdan kemudian membaginya dengan masyarakat awam atau umum. Interpretasi dapat digunakan untuk meyakinkan orang lain dan mendorong orang lain untuk merubah cara berpikir dan tingkah laku mereka. Reinterpretasi Pancasila adalah kembali mentafsirkan dan menguraikan kembali makna sila-sila Pancasila dengan berlandaskan kajian keilmuan yang ilmiah dan alamiah bersifat universal sesuai kontruksi intelegensi spiritual Pancasila.Interpretasi dapat dilakukan oleh masing individu-individu mapun secara kolektif dengan selalu mengedepankan kesantunan berfikirnya. Aktivitas interpretasi nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan dengan cara belajar mandiri dan kegiatan berkelompok dengan sarana sarasehan Pancasila, dialog kebangsaan atau sosialisasi nilai-nilai kearifan lokal candi-candi setiap daerah di Nusantara ini.
Internalisasi merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga menjadi keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yg diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi Pancasila adalah kembali melakukan penghayatan, pengendapan dan penyatuan nilai-nilai dalam sila Pancasila untuk menjadi kepribadian akhlak atau karakter sejati manusia Indonesia. Internalisasi ini dilakukan oleh individu-individu sesuai dengan cara atau perilaku yang sesuai dengan kearifan lokal candi-candi Nusantara. Aktivitas internalisasi dapat dilakukan dengan bangun aktivitas malam dan renungan malam untuk menghayati nilai-nilai Pancasila dikaitkan dengan kehidupan yang sedang berlangsung. Proses internalisasi dalam kehidupan berbudaya dapat dilakukan dengan mempelajari situs candi-candi di Nusantara untuk memhami jejak peradaban dan memberikan inspirasi kejayaan dalam melangkah kedepan.
Aktualisasi adalah kegiatan aplikasi terhadap suatu pemahaman atau keyakinan tertentu. Aktualisasi Pancasila dengan mengamalkan segala nilai-nilai Pancasila yang telah diperoleh dari proses interpretasi dan internalisasi dalam bentuk aksi-aksi nyata bidang kegiatan budaya, sosial, dan ilmiah. Aktivitas aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam domain budaya kerangka proses akan menghasilkan suatu kecerdasan budaya yang berguna untuk kemaslahatan manusia. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan sosial akan menciptakan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan pencapaian kualitas manusia mengenai kesadaran diri dan penguasaan pengetahuan yang bukan hanya untuk keberhasilan dalam melakukan hubungan interpersonal tetapi juga digunakan untuk membuat kehidupan manusia lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar, kecerdasan sosial mampu menunjukkan suatu kebenaran dalam masyarakat, peka terhadap kondisi sosial, ketajaman dalam melihat realitas sosial, menghargai perbedaan keragaman budaya, dan mampu bertindak secara strategis dan efektif dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang Ilmiah dapat menghasilkan kecerdasan rasional.Aksi-aksi ini dapat dilakukan dengan penelitian dan pengkajian daerah tentang kearifan lokal daerah, kegiatan pendidikan berbasis rumah, kegiatan praktikum ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Pengembangan aktivitas-aktivitas ilmiah ini akan menjadikan manusia-manusia Indonesia mempunyai kecerdasan intelektual untuk menyelesaikan permasalahan yang barkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Implementasi tersebut melibatkan subyek individu sebagai komponen utama program kecerdasan dan lingkungan keluarga, komunitas organisasi, dan bangsa dalam upaya membangun peradaban bangsa. Ketiga proses ini membutuhkan intervensi pribadi (internal) dalam proses secara individu dan membutuhkan intervensi serta keteladanan pimpinan dalam kehidupan keluarga, komunitas dan bangsa. Selain intervensi juga membutuhkan habituasi atau pembisaaan diri maupun pembudayaan kolektif oleh individu maupun dalam skala komunitas kebangsaan. Unsur yang paling penting untuk membangun karakter adalah komitmen bersama untuk membangun bangsa berdasar Pancasila yang merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia. Komitmen ini mempunyai fungsi utama mengikat visi dan misi serta aksi individu, keluarga, komunitas dan bangsa untuk membangun peradaban bangsa. Peradaban sangat ditentukan oleh karya-karya manusia dalam bidang budaya, sosial, dan ilmiah sebagai perwujudan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektual. Candi-candi Nusantara adalah bukti manusia-manusia yang berkarakter ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Harmonisasi Tiga Sisi Candi Nusantara

Bangsa Indonesia harus membangun peradaban menggunakan pendekatan nilai-nilai universal dalam candi. Hari ini, Candi-candi di Nusantara mempunyai keterikatakan 3 dimensi dari segi kehidupan bermasyarakat. Dimensi yang pertama adalah candi-candi sebagai heritage cagar budaya peninggalan leluhur yang sarat dengan makna dan sistem nilai hidup universal harus di lestarikan dan dilindungi. Kedua candi sebagai dimensi religius yang harus dihormati dan diajarkan kepada generasi anak bangsa sesuai dengan kepercayaan agar menjadi manusia paripurna dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimensi candi ketiga adalah pariwisata yang harus dimanajemen secara arif dan bijak dengan mempertimbangkan segala sektor yang terintegrasi didalamnya. Pariwisata yang mengedepankan jelajah budaya akan mempercepat proses penciptaan karakter kebangsaan bagi wisatawan. Pelestarian berkelanjutan dari segi fisik dengan menjaga bangunan candi, sementara untuk mentransformasikan nilai-nilai universal candi dilakukan dengan interpretasi, internalisasi dan aktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Harmonisasi dalam interaksi kehidupan membangun tiga dimensi tersebut menjadi strategi utama untuk menyongsong peradaban Nusantara ke depan.
Candi-candi Nusantara adalah harta karun misteri peradaban bagi anak-anak bangsa. Candi merupakan kitab suci yang dengan sengaja dipersembahkan oleh para leluhur untuk manusia-manusia Nusantara. Sebuah ajaran spiritualitas universal dari para leluhur ini menjadi bukti cinta kasih untuk generasi setelahnya.Para leluhur telah mengetahui dan memahami bahwa generasinya membutuhkan sinar terang dan petunjuk untuk membangun bangsa Nusantara.Mereka sadar bahwa untuk melanjutkan kehidupan membutuhkan pendidikan moral spiritual sebagai pondasinya.Leluhur mendirikan candi-candi di seluruh Nusantara agar menjadi tanda dan jejak peradaban masa lalunya yang perlu diteladani dan dicontoh dalam membangun negeri ini.
Candi menjadi solusi dari permasalahan krisis multidimensi bangsa ini dikarenakan kehilangan spiritualitas jati diri.Manusia modern sedang terjangkit penyakit spiritual dengan segala variasinya seperti spiritual crisis menurut Fritjof Capra, penyakit jiwa atau soul pain menurut Michael Kearney, penyakit eksistensial Carl Gustav Jung, darurat spiritual atau spiritual emergency menurut Cristina dan Stanislav Grof, patologi spiritual, alienasi spiritual maupun penyakit spiritual. Permasalahan tersebut akan selesai ketika manusia kembali kepada spiritualitas sebagai landasan utama kehidupannya. Krisis spiritual ini bisa dibangkitkan kembali dengan menanamkan karakter jati diri bangsa dalam Pancasila. Sebuah candi atau ‘wawacan diri’ untuk melihat jati diri, harga diri, martabat diri untuk membangun ibu pertiwi dalam rangka pengabdian kepada Sang Hyang Widi, Penguasa Alam Semesta Sang Illahi. Kita harus membangun bangsa dengan spiritualitas universal Pancasila yang tersimbolisasi dalam candi-candi agar menjadikan negeri yang diberkati Tuhan, hidup penuh dengan kesejahteraan dan keadilan sosial serta menjadi bangsa teladan atau percontohan di dunia. Nusantara akan kembali menjadi bangsa yang ‘tata titi tentrem kertaraharja gemah ripah loh jinawi dadi kiblating dunya’. Pancasila sebagai karakter dan spiritualitas jiwa anak-anak bangsa akan menghantarkan Nusantara menjadi mercusuar dunia.

SEGALA PUJI BAGI TUHAN YANG MAHA ESA


By: Aswad Kalawisesa

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer