ATAS NAMA TUHAN YANG MAHA ESA
Nusantara dalam Lintasan Peradaban Dunia
Nusantara atau Indonesia Raya adalah bangsa besar yang
memiliki sejarah panjang peradaban umat manusia. Kegemilangan nenek moyang
membangun kejayaan tidak terlepas dari peran bangsa Nusantara secara geopolitik
maupun geografis di belahan dunia timur ini. Nusantara secara harfiah berarti
“nusa” yaitupulau-pulau atau kepulauan dan “antara” menunjukkan tempat
kedudukan yang diapitoleh benua-benua dan samudra-samudra. Pengertian dan faham
“kepulauan” atau“archipelago” dan posisi geografis “antara” dua benua yaitu
Asia dan Australia, serta samudra India dan Pasifik memantulkan kesadaran dan
semangat tentang tersatunya unsur tanah dan unsur air dalam perwujudan negara
kepulauan. Nusantara adalah suatu negara kepulauan yang menduduki posisi silang
dunia. Nusantara menjadi pintu masuk lintasan peradaban bangsa-bangsa di
seluruh dunia sepanjang masa baik masa lalu, masa kini dan masa depan.
Konsekuensi logis dari posisi strategis tersebut menimbulkan dampak positif dan
negatif bagi perkembangan kebudayaan di negeri tercinta ini. Bangsa ini telah
mampu bertahan dari serangkaian interaksi kebudayaan bangsa-bangsa. Nusantara
mampu memfilter perilaku hubungan simbiosis antar negara sehingga mewariskan
ajaran universal luhur bagi generasinya. Leluhur bangsa telah menorehkan
sejarah tinta emas peradaban pada jamannya.
Nusantara memiliki total wilayah darat dan laut kepulauan
mencapai 10 juta kilometer persegi. Geografis ini sama dengan dua setengah juta
kilometer persegi lebih luas dibanding tanah yang membentuk Amerika Serikat
kontinental tanpa Alaska. Nusantara terdiri atas ribuan pulau-pulau yang
disatukan oleh air. Gugusan pulau dari Aceh hingga Papua merupakan kekayaan
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tak ternilai harganya. Bangsa ini
memiliki 400 lebih suku yang berbeda dan 200 bahasa daerah. Perbedaan ini
menjadi sumber potensial untuk membangun bangsa adikuasa di dunia ini.
Keanekaragaman sumber daya manusia menghasilkan keberagaman kebudayaan
peradaban. Nusantara memiliki artefak dan jejak peradaban luar bisaa akan
kehidupan masa lalunya. Peninggalan sejarah yang bersifattangible maupun
intangible ditemukan di seluruh penjuru bumi zamrud katulistiwa ini. Warisan
leluhur kearifan lokal universal mewujud dalam bangunan sistem nilai maupun
benda konkrit di lintasan tanah Indonesia. Salah satu manuskrip jejak peradaban
yang menunjukkan kualitas spiritualitas manusia Nusantara adalah bangunan
candi.
Candi sebagai Jejak Peradaban Nusantara
Candi adalah peninggalan purbakala dari leluhur bangsa
Nusantara.Bangunan berbentuk segi tiga ini mempunyai banyak fungsi sesuai
dengan motif pembangunannya. Candi dibangun untuk menjadi tanda atau misi
tertentu serta bagian dari strategi pembelajaran bagi generasi berikutnya.Candi
didirikan untuk fungsi religius pemujaan Tuhan maupun non-religius sebagai
istana, keraton, pertirtaan dan gapura.Candi-candi menyampaikan pesan
nilai-nilai universal melalui bentuk arsitektur, relief, serta arca yang
memiliki spiritualitas daya cipta, rasa dan karsa.Bangunan candi sangat
ditentukan oleh karakteristik wilayah maupun kerajaan yang
mendirikannya.Nusantara ini memiliki banyak sekali candi-candi yang tersebar
diseluruh pelosok negeri. Beberapa contoh karya leluhur yang masih dapat
dilihat dengan jelas adalah candi Borobudur,candi Prambanan, candi Mendut,
candi Jago,Candi Gedongsongo, candi Dieng, candi Panataran, candi Angin, candi
Selogrio,candi Pringapus, candi Singhasari, dan candi Kidal, dan Candi Sewu.
Masih banyak candi lain yang ada di Indonesia baik yang sudah ditemukan maupun
yang masih tertimbun di dasar bumi.
Kontruksi bangunan candi memiliki nilai fisik maupun nilai
filosofis. Strukturbangunan candi terdiri atas tiga bagian penting yaitu kaki,
tubuh, dan atap. Kaki candi merupakan bagian bawah candi. Bagian ini
melambangkan dunia bawah atau bhurloka atau kamadhatu. Bentuknya berupa bujur
sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar
candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau
bujur sangkar. Tangga masuk candi terletak pada bagian ini. Tubuh candi adalah
bagian tengah candi yang berbentukkubus yang dianggap sebagai dunia antara atau
bhuwarloka atau rupadhatu yangmenggambarkan dunia tempat manusia suci yang
berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Tubuh candi ini
terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus
untuk melakukan ritual yang disebutpradakshina. Tubuh candi dihiasi relief yang
bersifat naratif cerita kisah kehidupan.Atap candi adalah bagian atas candi
yang menjadi simbol dunia atas atau swarlokaatau arupadhatu. Pada puncak atap
dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau lingga semu.Struktur hirarkis dan
sistematis ini merupakan manifestasi dari nilai kehidupan derajat manusia yang
ditentukan oleh kemampuannya menapaktilasi perjalanan ilmu kehidaupan.
Pembangunan candi berlandaskan ketentuan yang terdapat dalam
suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra yang dikerjakan oleh arsitek yang
membuat candi.Kitab-kitab ini juga memberikan pedoman mengenai pemilihan lokasi
tempat candi akan dibangun serta letak astronomi. Penentuan lokasi ini menjadi
hal utama untuk menciptakan kesejahteraan warga disekitar. Salah satu contoh
konkrit pemikiran tersebut adalah candi Borobudur yang terletak di dekat
pertemuan sungai Elo dan sungai Progo. Candi Prambanan terletak di dekat sungai
Opak. Air adalah sumber utama kehidupan bagi manusia. Ilmu penentuan letak
candi adalah bagian dari kecerdasan manusia-manusia Nusantara dalam dunia tata
letak peradaban ilmu planologi.
Sistem tata letak candi di Nusantara terbagi atas dua macam
yaitu berdiri sendiri dan berkelompok. Sistem pengelompokan kompleks candi ada
dua yaitusistem konsentris dan sistem berurutan. Sistem konsentria atau sistem
gugusan terpusat yaitu posisi candi induk berada di tengah–tengah anak candi
atau candi perwara.Sistem ini diterapkan dalam bangunan candi Prambanan dan
candi Sewu. Yang kedua adalah sistem berurutan atau sistem gugusan linear
berurutan yaitu posisi candi perwara berada di depan candi induk yang disusun
secara simetris maupun asimentris. Sistem berurutan ini diimpelamntasikan dalam
candi Penataran dan candi Sukuh. Tata letak ini merupakan kearifan lokal
Nusantara yang mengindikasikan bahwa keteraturan dan pola interaksi hubungan
dalam sebuah kerajaan sudah ada semenjak masa itu.
Nilai Universal Pancasila dalam Candi Nusantara
Candi-candi Nusantara merupakan bangunan penuh makna
pelajaran dan simbolisasi kehidupan. Candi diciptakan mempunyai tujuan untuk
memberikan transformasi dan transmisi pendidikan kepada generasi berikutnya.
Tatanan batu andesit maupun batu bata serta relief dan arca yang membentuk
candi menjadi media konkret nilai-nilai pendidikan humanis bagi manusia
Nusantara. Perwujudan bangunan candi Borobudur dan Prambanan adalah suatu bukti
penggenapan sistem nilai kehidupan adi luhung yang bermartabat pada waktu itu.
Tidak mungkin candi terbesar di dunia Borobudur dibangun pada saat konflik
maupun krisis multidimensi pada kehidupan masyarakat dinasi Syailendra
tersebut. Ada sebuah sistem hidup dan kehidupan yang diterapkan pada waktu itu
sehingga semua berjalan selaras dan serasi seimbang sehingga mampu menghasilkan
mahakarya peradaban tingkat tinggi candi yang menjadi 7 keajaiban dunia
tersebut.
Bangunan Borobudur adalah candi terlengkap dalam konstruksi
candi di Nusantara. Disana terdapat relief-relief yang tertata dengan arsip
sistematis menggambarkan perjalanan kehidupan. Relief yang diukir dalam tubuh
candi tersebut terdiri atas empat tingkatan yaitu Karmawibangga, Lalitawistara,
Jataka Awadana,Gandawyuha. Cerita-cerita dalam relief Karmawibhangga yang menggambarkan
ajaran mengenai karma yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Relief ini
menceritakan perjalanan kehidupan bagi manusia yang masih mengedepankan hawa
nafsu angkara. Perilaku kehidupan berdasarkan atas kesenangan hidup hedonism
sehingga menghasilkan manusia-manusia rakus dan tidak beradab. Tingkatan ini
seperti halnya dengan tingkatan hidup manusia yang paling rendah diibartkan
seperti hewan yang hanya mengedepankan cara hidup atas perut dan bawah
perut.Lalitawistara menceritakan tentang esensi kehidupan bahwa segala sesuatu
itu berputar dan berulang. Filosofi ini berkaitan tentang pemutaran atau silih
bergantinya roda dharma atau hukum. Manusia akan mengalami suatu dinamika dalam
kehidupannya berupa senang susah, pandai bodoh, tinggi rendah, kaya miskin,
hitam putih, gelap terang, siang malam. Semua diperglirkan oleh yang Maha Kuasa
sehingga manusia berkewajiban untuk selalu berusaha dan berkarya.
Jataka/Awadana bercerita ajaran pokok perbuatan-perbuatan baik yang bersifat
universal untuk hubungan antara manusia dengan manusia. Pelajaran ini
memberikan makna bahwa hidup dan berkehidupan harus mengedepankan perbuatan
terpuji dan terbaik sehingga dapat menciptakan keharmonisan. Ajaran cinta kasih
ini menjadi hal utama untuk membangun hubungan sosial antar manusia.Perbuatan
dan skap baik itu seperti sikap rela berkorban, suka menolong, sepi ing pamrih
rame ing gawe, mikul duwur mendem jero, aja adigang adigung adiguna dan gotong
royong. Relief paling tinggi adalahGandawyuha yang menceritakan tentang proses
kehidupan berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari pengetahuan
tertinggi tentang kebenaran sejati. Ilmu adalah kunci kehidupan, manusia tidak
bisa melakukan apapun tanpa dasar ilmu. Ilmu iku kelakone kanthi laku,
maksudnya bahwa ilmu itu akan berguna dan bermanfaat serta menjadi bagian dari
dalam diri manusia setelah dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Ilmu selalu
mempunyai nilai kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi umat manusia.
Nilai-nilai pelajaran simbolisasi dalam relief candi Borobudur
merupakan manifestasi dari sila-sila dalam Pancasila. Relief yang menceritakan
jalan kehidupan hakikatnya sama dengan perjalanan bangsa Nusantara untuk
mencapai kedamaian melalui dasar Negara yaitu Pancasila. Ajaran Ketuhanan dalam
relief candi sangat relevan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Stupa
candi Borobudur yang sangat besar dan megah terletak dalam arupadathu
menginformasikan akan sebuah nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Perkasa. Tingkatan
tertinggi Borobudur selalu menjadi tujuan mendaki di candi tersebut. Sama
halnya dengan proses kehidupan menuju Ketuhanan. Bangsa Nusantara ini
memberikan jalan kehidupan weltanchaung berupa sila pertama dalam Pancasila.
Orang-orang Dinasti Syailendra yang membangun candi tersebut merupakan manusia-manusia
yang telah mengenal Tuhannya pada waktu itu. Mereka mengkodefikasikan
spiritualitas Ketuhanan dalam bentuk bangunan candi tersebut.
Relief Jataka dan Lalitawistara mengajarkan akan sebuah
prinsip kehidupan berkemanusiaan. Ini relevan dan sangat sesuai dengan sila
kemanusiaan yang adil dan beradab.Bangunan candi Boroburur maupun candi-candi
lainnya di Nusantara pasti dibangun dalam kondisi sosialosi yang bradab. Mereka
bisa berkarya membangun candi-candi bersejarah tersebut karena mendapatkan keadilan
dari para pimpinan yang menguasai hajat hidup orang banyak pada masa kerajaan
tersebut. Bangunan dan seni maha dahsyat tersebut hanya bisa dibangun oleh
suatu tata kelola kehidupan masyarakat yang sudah beradab dan penuh nilai
keteraturan. Rangkaian perjalanan kehidupan dalam relief mengajarkan suatu
sistematika pembangunan mental spiritual dari manusia yang mengedepankan hawa
nafsu menjadi manusia yang mengedepankan perbuatan baik dan benar antar sesame
manusia. Kemanusiaan ini hanya akan terjadi mana kala manusia-manusia telah
mengenal Tuhannya dengan benar. Ajaran ini sesuai dengan Pancasila bahwa sila
pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila kedua Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab.
Bangunan candi-candi di seluruh Nusantara menunjukkan
persatuan dan kesatuan penduduk dalam berkehidupan. Candi Prambanan atau candi
Dieng tidak mungkin dibangun tanpa adanya persatuan dan kesatuan diantara orang
yang hidup pada saat itu. Persatuan menjadikan kekuatan maha besar sehingga
mampu bekerja sama dan gotong royong membangun candi. Fakta sosilogis tersebut
memberikan bukti bahwa bangsa Nusantara adalah bangsa komunak kolektif yang
sangat tidak sesuai dengan ajaran individualism.Bangunan candi sendiri sudah
merupakan persatuan dan kesatuan dari berbagai corak dan jenis ukiran yang
menjadi satu kesatuan indah mempesona.Keterangkaian antara batu satu dengan
batu lainnya diikat oleh sebuah mekanisme fisika batu yang sangat kuat sehingga
bangunan candi mampu berdiri kokoh tidak mempan diterpa panas dan dingin maupun
hujan.Ini menjadi pelajaran bagi manusia Nusantara bahwa perbedaan adalah hal
yang pasti dan tidak bisa dihilangkan. Bhineka Tunggal Ika Tan Hanna Darma
Mangrwa. Perbedaan adalah kekayaan sekaligus potensi kekuatan besar untuk
dipersatukan dalam membangun bangsa.Perbedaan harus dikelola dengan bijaksana
dalam rangka mencapai tujuan bersama.Itulah esensial dari sila ketiga
Pancasila, persatuan Indonesia.
Candi Borobudur maupun candi-candi Nusantara merupakan bukti
konkrit dari para pemimpin komunitas pada waktu itu yang mengedepankan hukum
kepemimpinan. Bangunan candi hanya bisa berdiri ketika dikelola dengan
manajemen dan leadership yang kuat. Prinsip-prinsip manajerial perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, pengontrolan dan penilaian menjadi
hal utama yang dilakukan oleh para pimpinan mega proyek kepada para karyawan
yang membangun candi tersebut. Kaidah-kaidah manajemen professional,
procedural, proporsional, proaktif, progresif dan produktif menjadi landasan
utama dalam mengerakkan ribuan arsitektur dan kekerja lintas kecerdasan. Hal
paling penting yang menunjukkan akan sebuah kekuatan besar sehingga
menghasilkan karya monumental tersebut adalah prinsip kepemimpinan Dinasti
Syailendra. Prinsip kepemimpinan yang dibangun untuk memanajemen sumber daya
manusia dan sumber daya material adalah prinsip hikmat kebijaksaan dan
perwakilan. Hukum universal tersebut pasti diberlakukan untuk mengendalikan
semua proses yang melibatkan ratusan manusia yang mempunyai lintas kecerdasan
intelektual fisika, kimia, matematika, maupun kecerdasan emosional spiritual
filosofis. Orang-orang terbaik dan terpilih mendapat kesempatan untuk membangun
candi Borobudur tersebut. Keteraturan dan keseimbangan kehidupan masyarakat
pada masa itu merupakan bukti nyata dari implementasi prinsip dan hukum
kepemimpinan yang berdasarkan kebenaran universal hikmat dan kebijaksanaan.
Contoh perilaku kepemimpinan Syalendra tersebut, sangat sesuai dengan
nilai-nilai falsafah dalam sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Untuk
membangun candi-candi Nusantara pastilah mengedepankan musyawarah dan
perwakilan dalam menentukan letak dan posisi strategis candi yang akan menjadi
tanda jejak peradaban bagi generasi anak bangsa Nusantara.
Keberhasilan para leluhur membangun candi-candi di Nusantara
membuktikan jejak peradaban tinta emas pada masa itu. Terlebih pada abad ke-8
pada masa Mataram Kuno atau Kerajaan Medang Kamulan dibawah Dinasti
Syailendra.Candi Borobudur merupakan artefak sejarah peradaban masa keemasan
Nusantara pada masa itu. Kelahiran Candi Borobudur adalah investasi dan
manifestasi dari para manusia-manusia Nusantara yang telah mencapai suatu
derajat hidup yang layak dan bermartabat.Kejadian berdirinya karya seni
termahsyur di dunia tersebut mengindikasikan kehidupan pada masa itu sudah
sejahtera adil dan beradab. Tidak mungkin bisa berdiri candi Borobudur jika
waktu itu terjadi peperangan ataupun perselisihan konflik antar anak bangsa.
Itulah suatu bentuk wujud konkrit sebuah kehidupan berkat dari Tuhan yang Maha
Esa, suatu kehidupan yang sangat sesuai dan menjadi cita-cita bangsa Indonesia
dalam sila kelima Pancasila yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Konstruksi fisik candi-candi di Nusantara sama dengan
konstruksi filosofis Pancasila. Konstruksi Pancasila ini terdiri atas sila-sila
Pancasila yang tersusun secara sistematis.Pancasila sebagai suatu sistem satu
kesatuan, bersifat konsisten dan koheren tidak mengandung pertentangan, adanya
hubungan satu dengan lainnya dan keseimbangan dalam kerjasama untuk mengabdi
pada tujuan yang satu bersama. Pancasila mempunyai susunan hierarkhis
bertingkat dan bentuk piramidial untuk menggambarkan hubungan yang bertingkat
dari sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas cakupan kuantitas dan juga
dalam isi sifatnya yang bersifat kualitas. Sila-sila Pancasila saling menjiwai
dan dijiwai antara satu dengan lainnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila
ketiga, sila keempat dan sila kelima.
Penciptaan Karakter Jati Diri untuk Membangun Peradaban
Bangsa
Inilah ajaran universal Pancasila para leluhur yang harus
dilestarikan dan diberdayakan. Pancasila sebagai manifestasi karya candi-candi
Nusantara harus dipahamkan dan ditanamkan kepada generasi penerus bangsa.
Pancasila harus menjadi jati diri dan karakter kebangsaan. Nilai-nilai kearifan
universal harus ditransmisikan kedalam pusat kecerdasan spiritual manusia
Nusantara untuk membangun putra-putri yang siap berkorban untuk ibu pertiwi.
Pembumian karakter suci dari sila-sila tersebut harus dilakukan melalui
metodologi yang benar.Proses instalasi atau built in intelegensi spiritual
Pancasila melalui tiga tahapan yaitu interpretasi sebagai input,
internalisasisebagai proses, dan aktualisasi sebagaioutput.
Interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau
pandangan teoretis terhadap sesuatu. Interpretasi merupakan suatu proses untuk
menyederhanakan ide-ide atau issu-issu yang rumitdan kemudian membaginya dengan
masyarakat awam atau umum. Interpretasi dapat digunakan untuk meyakinkan orang
lain dan mendorong orang lain untuk merubah cara berpikir dan tingkah laku
mereka. Reinterpretasi Pancasila adalah kembali mentafsirkan dan menguraikan
kembali makna sila-sila Pancasila dengan berlandaskan kajian keilmuan yang
ilmiah dan alamiah bersifat universal sesuai kontruksi intelegensi spiritual
Pancasila.Interpretasi dapat dilakukan oleh masing individu-individu mapun
secara kolektif dengan selalu mengedepankan kesantunan berfikirnya. Aktivitas
interpretasi nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan dengan cara belajar mandiri
dan kegiatan berkelompok dengan sarana sarasehan Pancasila, dialog kebangsaan
atau sosialisasi nilai-nilai kearifan lokal candi-candi setiap daerah di
Nusantara ini.
Internalisasi merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran,
doktrin, atau nilai sehingga menjadi keyakinan dan kesadaran akan kebenaran
doktrin atau nilai yg diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi
Pancasila adalah kembali melakukan penghayatan, pengendapan dan penyatuan
nilai-nilai dalam sila Pancasila untuk menjadi kepribadian akhlak atau karakter
sejati manusia Indonesia. Internalisasi ini dilakukan oleh individu-individu
sesuai dengan cara atau perilaku yang sesuai dengan kearifan lokal candi-candi
Nusantara. Aktivitas internalisasi dapat dilakukan dengan bangun aktivitas
malam dan renungan malam untuk menghayati nilai-nilai Pancasila dikaitkan
dengan kehidupan yang sedang berlangsung. Proses internalisasi dalam kehidupan
berbudaya dapat dilakukan dengan mempelajari situs candi-candi di Nusantara
untuk memhami jejak peradaban dan memberikan inspirasi kejayaan dalam melangkah
kedepan.
Aktualisasi adalah kegiatan aplikasi terhadap suatu
pemahaman atau keyakinan tertentu. Aktualisasi Pancasila dengan mengamalkan
segala nilai-nilai Pancasila yang telah diperoleh dari proses interpretasi dan
internalisasi dalam bentuk aksi-aksi nyata bidang kegiatan budaya, sosial, dan
ilmiah. Aktivitas aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam domain budaya
kerangka proses akan menghasilkan suatu kecerdasan budaya yang berguna untuk
kemaslahatan manusia. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan sosial
akan menciptakan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan pencapaian
kualitas manusia mengenai kesadaran diri dan penguasaan pengetahuan yang bukan
hanya untuk keberhasilan dalam melakukan hubungan interpersonal tetapi juga
digunakan untuk membuat kehidupan manusia lebih bermanfaat bagi masyarakat
sekitar, kecerdasan sosial mampu menunjukkan suatu kebenaran dalam masyarakat,
peka terhadap kondisi sosial, ketajaman dalam melihat realitas sosial,
menghargai perbedaan keragaman budaya, dan mampu bertindak secara strategis dan
efektif dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Aktualisasi nilai-nilai
Pancasila dalam bidang Ilmiah dapat menghasilkan kecerdasan rasional.Aksi-aksi
ini dapat dilakukan dengan penelitian dan pengkajian daerah tentang kearifan
lokal daerah, kegiatan pendidikan berbasis rumah, kegiatan praktikum ilmu
pengetahuan alam dan teknologi. Pengembangan aktivitas-aktivitas ilmiah ini
akan menjadikan manusia-manusia Indonesia mempunyai kecerdasan intelektual
untuk menyelesaikan permasalahan yang barkaitan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Implementasi tersebut melibatkan subyek individu sebagai
komponen utama program kecerdasan dan lingkungan keluarga, komunitas
organisasi, dan bangsa dalam upaya membangun peradaban bangsa. Ketiga proses
ini membutuhkan intervensi pribadi (internal) dalam proses secara individu dan
membutuhkan intervensi serta keteladanan pimpinan dalam kehidupan keluarga,
komunitas dan bangsa. Selain intervensi juga membutuhkan habituasi atau
pembisaaan diri maupun pembudayaan kolektif oleh individu maupun dalam skala
komunitas kebangsaan. Unsur yang paling penting untuk membangun karakter adalah
komitmen bersama untuk membangun bangsa berdasar Pancasila yang merupakan
perjanjian luhur bangsa Indonesia. Komitmen ini mempunyai fungsi utama mengikat
visi dan misi serta aksi individu, keluarga, komunitas dan bangsa untuk
membangun peradaban bangsa. Peradaban sangat ditentukan oleh karya-karya
manusia dalam bidang budaya, sosial, dan ilmiah sebagai perwujudan kecerdasan
spiritual, emosional dan intelektual. Candi-candi Nusantara adalah bukti
manusia-manusia yang berkarakter ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan
dan keadilan.
Harmonisasi Tiga Sisi Candi Nusantara
Bangsa Indonesia harus membangun peradaban menggunakan
pendekatan nilai-nilai universal dalam candi. Hari ini, Candi-candi di
Nusantara mempunyai keterikatakan 3 dimensi dari segi kehidupan bermasyarakat.
Dimensi yang pertama adalah candi-candi sebagai heritage cagar budaya
peninggalan leluhur yang sarat dengan makna dan sistem nilai hidup universal
harus di lestarikan dan dilindungi. Kedua candi sebagai dimensi religius yang
harus dihormati dan diajarkan kepada generasi anak bangsa sesuai dengan
kepercayaan agar menjadi manusia paripurna dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Dimensi candi ketiga adalah pariwisata yang harus dimanajemen secara arif
dan bijak dengan mempertimbangkan segala sektor yang terintegrasi didalamnya.
Pariwisata yang mengedepankan jelajah budaya akan mempercepat proses penciptaan
karakter kebangsaan bagi wisatawan. Pelestarian berkelanjutan dari segi fisik
dengan menjaga bangunan candi, sementara untuk mentransformasikan nilai-nilai
universal candi dilakukan dengan interpretasi, internalisasi dan aktualisasi
dalam kehidupan bermasyarakat. Harmonisasi dalam interaksi kehidupan membangun
tiga dimensi tersebut menjadi strategi utama untuk menyongsong peradaban
Nusantara ke depan.
Candi-candi Nusantara adalah harta karun misteri peradaban
bagi anak-anak bangsa. Candi merupakan kitab suci yang dengan sengaja
dipersembahkan oleh para leluhur untuk manusia-manusia Nusantara. Sebuah ajaran
spiritualitas universal dari para leluhur ini menjadi bukti cinta kasih untuk
generasi setelahnya.Para leluhur telah mengetahui dan memahami bahwa
generasinya membutuhkan sinar terang dan petunjuk untuk membangun bangsa
Nusantara.Mereka sadar bahwa untuk melanjutkan kehidupan membutuhkan pendidikan
moral spiritual sebagai pondasinya.Leluhur mendirikan candi-candi di seluruh
Nusantara agar menjadi tanda dan jejak peradaban masa lalunya yang perlu
diteladani dan dicontoh dalam membangun negeri ini.
Candi menjadi solusi dari permasalahan krisis multidimensi
bangsa ini dikarenakan kehilangan spiritualitas jati diri.Manusia modern sedang
terjangkit penyakit spiritual dengan segala variasinya seperti spiritual crisis
menurut Fritjof Capra, penyakit jiwa atau soul pain menurut Michael Kearney,
penyakit eksistensial Carl Gustav Jung, darurat spiritual atau spiritual emergency
menurut Cristina dan Stanislav Grof, patologi spiritual, alienasi spiritual
maupun penyakit spiritual. Permasalahan tersebut akan selesai ketika manusia
kembali kepada spiritualitas sebagai landasan utama kehidupannya. Krisis
spiritual ini bisa dibangkitkan kembali dengan menanamkan karakter jati diri
bangsa dalam Pancasila. Sebuah candi atau ‘wawacan diri’ untuk melihat jati
diri, harga diri, martabat diri untuk membangun ibu pertiwi dalam rangka
pengabdian kepada Sang Hyang Widi, Penguasa Alam Semesta Sang Illahi. Kita
harus membangun bangsa dengan spiritualitas universal Pancasila yang
tersimbolisasi dalam candi-candi agar menjadikan negeri yang diberkati Tuhan,
hidup penuh dengan kesejahteraan dan keadilan sosial serta menjadi bangsa
teladan atau percontohan di dunia. Nusantara akan kembali menjadi bangsa yang
‘tata titi tentrem kertaraharja gemah ripah loh jinawi dadi kiblating dunya’.
Pancasila sebagai karakter dan spiritualitas jiwa anak-anak bangsa akan
menghantarkan Nusantara menjadi mercusuar dunia.
SEGALA PUJI BAGI TUHAN YANG MAHA ESA
By: Aswad Kalawisesa
0 komentar:
Posting Komentar